Tawakal: Bersandar kepada Allah Tanpa Menyerahkan Diri
Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary
Tawakal: Bersandar kepada Allah Tanpa Menyerahkan Diri ini adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 15 Rabi’ul Akhir 1445 H / 30 Oktober 2023 M.
Kajian Tentang Tawakal: Bersandar kepada Allah Tanpa Menyerahkan Diri
Mereka mengklaim bahwa telah bertawakal dan tidak perlu melakukan usaha, karena hati mereka bersandar kepada Allah. Ini adalah klaim mereka. Dan untuk menegaskan hal itu, mereka menceritakan beberapa kisah. Sebelumnya, kita sudah membahas kisah seorang yang jatuh ke dalam sumur, lalu ddia tidak meminta pertolongan kepada siapapun, bahkan ketika sumur itu ditutup.
Lihat: Kejanggalan Kisah Abu Hamzah yang Masuk Sumur
Kisah selanjutnya yang mereka bawakan adalah dari Muammal bin Al-Mughabi, dia bercerita: “Aku biasa mendampingi Muhammad bin Assamin. Pada suatu hari aku pergi di wilayah antara Tikrit dan Maushil, wilayah di Iraq. Saat berjalan di tengah gurun pasir, tiba-tiba ada binatang buas yang mengaum di dekat kami. Aku merasa takut, wajahku pucat, dan ketakutan itu jelas terlihat.”
Tentunya takut melihat binatang buas mengaum adalah reaksi alamiah, seperti ketakutan kita jika berhadapan dengan binatang buas, misalnya harimau.
“Aku pun berusaha untuk melarikan diri, tetapi Muhammad bin Assamin menahanku dan berkata dengan tegas, ‘Wahai Muammal, tawakal adalah hakikatnya sekarang, bukan di masjid.” Maksudnya adalah dia mengatakan jangan lari, tetap di sini. Kalau betul-betul ingin menunjukkan tawakal, lakukan itu di sini, bukan teori di masjid.
Ini salah satu di antara banyak kisah yang menjelaskan bahwa mereka menolak untuk mengambil sebab dan berusaha, serta mengklaim bahwa usaha itu menafikan tawakal. Padahal siapa yang tidak takut pada binatang buas? Secara tabiat, manusia takut pada hal yang membahayakan dirinya dan berusaha untuk menghindarinya. Bahkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فِرَّ مِنَ الْمَجْذُوْمِ فِرَارَكَ مِنَ الأَسَدِ
“Menghindarlah dari orang yang terkena penyakit kusta sebagaimana engkau lari dari seekor singa.” (HR. Bukhari)
Artinya wajar kalau seseorang takut binatang buas dan lari. Tapi dalam kisah ini justru seorang tokoh sufi melarang teman perjalanannya untuk lari, jika benar-benar tawakal.
Kisah-kisah seperti ini bisa mengelirukan orang yang jahil, lalu menirunya. Ketika dia berhadapan dengan binatang buas, dia mungkin mengatakan, ‘Wah, saya bertawakal.’ Lalu dia diterkam binatang buas itu, tentu saja ini merugikannya. Dia kehilangan nyawa karena mungkin terinspirasi dengan kisah-kisah seperti ini. Padahal, kisah seperti ini belum tentu jelas kebenarannya.
Jadi, kisah-kisah seperti ini menafikan apa yang dilakukan oleh para Salaf. Nabi menghindari hal-hal yang membahayakan, bukan menantang bahaya. Allah mengatakan:
… وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ…
“Jangan kamu lemparkan dirimu kepada kebinasaan.” (QS. Al-Baqarah[2]: 195)
Juga Allah berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ
“Jangan kamu binasakan dirimu sendiri.” (QS. An-Nisa`[4]: 29)
Jadi, kita tidak boleh membahayakan diri kita sendiri. Maka kita harus mencari cara untuk menyelamatkan diri, bukan membiarkan diri kita dalam bahaya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
Tidak boleh memudaratkan diri sendiri dengan sengaja menantang bahaya.
Lihat: Hadits Arbain 32 – Tidak Boleh Ada Bahaya dan Membahayakan
Jadi, kisah-kisah seperti ini berbahaya bagi orang-orang yang tidak paham. Kemudian, jika dia jadikan sebagai inspirasi atau pedoman dalam hidupnya, dia bisa mendapatkan bahaya besar ketika tidak berusaha untuk menghindari hal-hal yang membahayakan dirinya dengan klaim tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ibnu Jauzi mengatakan bahwa tidak diragukan lagi bahwa pengaruh tawakal akan nampak pada hamba yang bersikap tawakal di saat menghadapi kesulitan. Memang tawakal itu lebih ditekankan pada saat orang itu mendapatkan kesulitan. Dan dia perlu menyandarkan hatinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Namun, tawakal itu bukan berarti harus menyerahkan diri atau melemparkan diri kepada bahaya, mencari-cari masalah, atau bahkan mencari mati, seperti menyerahkan diri kepada hewan buas. Bahkan, kata beliau, ini tidak boleh dilakukan. Kalau dia tahu itu bahaya, dia harus menghindarinya, bukan menantang bahaya. Di dalam Islam, kita juga dilarang mencari musuh atau berharap bertemu musuh. Tapi jika bertemu musuh, jangan lari.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini.
Download MP3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/53533-tawakal-bersandar-kepada-allah-tanpa-menyerahkan-diri/